Featured Posts
Minggu, 27 Desember 2015
MEMPERLUAS CARA PANDANG "MENGGALAKKAN BID’AH"
Ada sebuah hadis terkenal, sahih, diriwayatkan oleh imam-imam hadis terpercaya. Bunyinya:
فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ…»
”… Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah al-Qur’an dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad, dan seburuk-buruk perkara adalah perkara-perkara baru dan semua bid’ah itu sesat (HR. Muslim, Kitâbul Jum’at No. 2042). Dalam riwayat Nasa’i dan Baihaqi ada tambahan redaksi وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّار (dan setiap kesesatan tempatnya di neraka). Abu Dawud dan Tirmidzi meriwayatkan hadis serupa: “Jauhilah perkara-perkara baru, sebab sesungguhnya setiap bid’ah itu sesat (HR. Abu Dawud No. 4607 Bâb luzûmis sunnah dan HR. Tirmidzi No. 2678 Bâb mâ jâ’a fil akhdzi bis sunnah wa-jtinâbil bida’i). Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadis: “Man ahdatsa fi amrina hâdza mâ laysa minhu fa huwa raddun” (Siapa saja yang mengadakan perkara baru yang tidak ada dasarnya, maka dia tertolak).
Oleh sebagian kalangan, rangkaian hadis ini dijadikan dalil untuk menyebut setiap perkara yang tidak dilakukan Rasulullah sebagai bid’ah. Khitab-nya bersifat ‘am, mutlak tanpa pengecualian. Artinya, setiap perkara baru itu bid’ah, tanpa kecuali. Setiap bid’ah itu sesat dan setiap kesesatan tempatnya di neraka. Dasarnya adalah redaksi yang digunakan Nabi, “kullu” artinya setiap sesuatu, semuanya, tanpa kecuali. Hal-hal yang bersifat agama dan ritual yang dilakukan tanpa contoh Nabi berarti bid’ah. Deretan amaliah seperti muludan, tahlilan, barzanjian, majelis salawatan, haul, dll adalah munkar karena termasuk perkara baru tanpa preseden syar’i. Benarkah demikian? Mari kita tinjau dari beberapa aspek.
Pertama, secara etimologis, kata kullu di dalam bahasa Arab tidak selalu berarti ‘am muthlaq (semua, tanpa kecuali). Kata kullu terkadang berarti ‘am makhsûs (semua terkecuali). Di dalam al-Qur’an, kata kullu sebagai ‘am muthlaq, misalnya, disebutkan dalam ayat-ayat “Allâhu khâliqu kulli sya’in wa huwa ‘alâ kulli sya’in wakîl” (QS. al-Zumar/24: 62); “Kullu sya’in hâlikun illâ wajhah” (QS. Al-Qasas/28: 88); “Kullu nafsin dzâiqatul maut” (QS. Alu Imran/3:185). Di sini, kullu berarti semua. Sebaliknya, di dalam al-Qur’an, terdapat kata kullu, tetapi berarti sebagian (sebagian besar atau sebagian kecil) seperti dalam ayat “Wa ja’alnâ minal mâ’i kulla syain hay (QS. al-Anbiyâ’/17: 30): “Dan Kami jadikan dari air segala sesuatu yang hidup.” Faktanya, kita tahu, tidak semua makhluk Tuhan tercipta dan hidup dari air. Contohnya malaikat dan iblis, tercipta dari cahaya dan api. Ada juga ayat “Innî wajadtum ra’atan tamlikuhum wa ûtiyat min kulli syai’in wa lahâ ‘arsyun adzîm (an-Naml/27: 23): “Sungguh kudapati seorang perempuan yang merajai mereka, dianugerahi segala sesuatu, dan baginya singgasana yang agung.” Faktanya, Ratu Balqis tidak dianugerahi kekuasaan terhadap kerajaan Sulaiman. Kesimpulan, kata “kullu” tidak selalu berarti semua tanpa kecuali (‘am muthlaq), tetapi juga berarti sebagian (’am makhsûs).
Salah satu uslûb (gaya bahasa) al-Qur’an adalah menyebut keseluruhan, tetapi yang dimaksud sebagian, seperti dalam ayat “Yas’alûnaka fil mahidzi qul huwa adzan fa’tazilun nisâ’a fil mahîdz” (al-Baqarah/2: 222): “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah haid itu sesuatu yang kotor, maka jauhilah wanita (isteri) pada saat haid.” Jelas maksud ayat ini bukanlah larangan total menjauhi isteri ketika menstruasi, tetapi hanya sebagian kecilnya saja, yaitu kemaluannya. Inilah yang dicontohkan Rasulullah. Dalam hadis Sahih, Rasulullah menyatakan: “Jami’ûhunna fil buyût, washna’û kulla sya’in illan nikâh (HR. Muslim, Ahmad & Abu Dawud): “Kumpuli isteri-isteri kalian di rumah, lakukan semuanya, kecuali seks! Uslûb lain dari al-Qur’an adalah menyebut sebagian padahal yang dimaksud keseluruhan, seperti ayat “fa wallû wujûhakum syathrah (QS. Al-Baqarah/2: 144): “Maka hadapkanlah wajahmu ke sisinya (masjidil haram).” Yang disebut hanya wajah, padahal maksudnya seluruh anggota badan.
Kembali kepada teks hadis awal, “kullu bid’atin dlalâlah wa kullu dlalâlatin fin nâr” berarti tidak semua bid’ah sesat. Hanya yang sesat yang masuk neraka. Inilah mafhûm yang dinyatakan Imam Nawawi bahwa kullu dalam hadis kullu bid’atin dlalâlah bukanlah ‘am muthlaq (semua tanpa kecuali), tetapi ‘am makhsus (semua terkecuali) (lihat Sahîh Muslim bi Syarh an-Nawâwî, Beirut: Dâr al-Tsaqâfah al-Islâmiyyah, 1930, Juz 6, hal. 154).
Kedua, secara subtansial, perkara apakah di dalam teks hadis “Man ahdatsa fi amrina hâdza” yang dilarang untuk di-bid’ahi? Apakah semua perkara, semua hal yang tidak dilakukan Rasulullah atau tidak ada pada zamannya dihukumi bid’ah? Secara logika, pasti tidak mungkin. Rasulullah hidup dalam ruang dan waktu, yang berbeda kurun dan budayanya dengan kita. Jika semua yang tidak dilakukan Rasulullah disebut bid’ah, sebagian besar aktivitas manusia modern adalah bid’ah. Hal-hal baik, seperti dakwah melalui TV, radio, internet, aplikasi ponsel, alat pengeras suara imam shalat, semua adalah bid’ah. Perkara (amr, jamak umûr) di situ, menurut Ibn Hajar al-Asqalani, maksudnya adalah perkara agama (amrud dîn), berupa pokok-pokok hukum syara’, mencakup perintah dan larangan (Ibn Hajar al-Asqalani, Fathul Bâri, Beirut: Dâr Ihyâ’it Turâts al-Araby, 1977, Juz 7, hal. 231).
Perkara pokok agama (ushûlud dîn) mencakup ushûlul aqîdah dan usuhûlus syarîah. ushûlul aqîdah adalah rukun iman, usuhûlus syarîah adalah rukun Islam. Rukun iman, berdasarkan ijma’ ulama dari hadis Nabi, ada 6 (enam), yaitu iman kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab yang diturunkan, percaya kepada para rasul, hari kiamat, dan qadha-qadar. Sementara rukun Islam ada 5 (lima) yaitu syahadat, shalat, zakat, puasa, dan haji bagi yang mampu. Menambah atau mengurangi, termasuk berimprovisasi dalam perkara pokok ini, berarti bid’ah. Mengimani, mematuhi, dan melaksanakan perkara pokok agama, pada prinsipnya, bersifat ta’abbudi. Tidak perlu bertanya kenapa shalat dhuhur empat raka’at, shalat subuh dua raka’at. Ikuti saja! Tidak usah menambah dua syahadat dengan embel-embel lain. Tidak perlu ‘ngeyel’ kenapa haji harus di kota Mekkah. Tidak perlu kritis kenapa puasa mulai fajar sampai maghrib, bukan sebaliknya. Improvisasi dalam perkara ushul terlarang, karena sifatnya ibadah mahdhah. Menyelisihi ushul (baik ushûlul aqîdah maupun usuhûlus syarîah) akan berdampak langsung terhadap status keimanan dan keislaman seseorang. Mengingkari keberadaan malaikat, rasul, dan kitab-kitab akan menentukan utuh atau tanggalnya iman seseorang. Mengingkari kewajiban shalat, zakat, puasa, dan haji akan menentukan utuh atau tanggalnya Islam seseorang. Namun, dalam furû’ul aqîdah (cabang-cabang aqidah) dan furû’us syarîah (cabang-cabang syariah), terbuka kemungkinan ijtihad tanpa merombak status keimanan dan keislamanan seseorang.
Contoh furû’ul aqîdah adalah menetapkan sifat-sifat Allah seperti dibahas dalam ilmu kalam. Saya pengikut imam Asy’ari dan Maturidi seperti diajarkan para masyâyikh di pesantren, tetapi terlarang bagi kami mengkafirkan mu’min penganut madzhab Mu’tazilah atau Jabbariyyah. Abu Hasan al-Asy’ari, salah seorang pendiri mahdzhab sunni dalam aqidah, adalah bekas pengikut Wâshil ibn Atha’, pendiri madzhab Mu’tazilah. Contoh furû’us syarîah adalah haiatus shalât yang mukhtalaf di kalangan para ulama, seperti bacaan Fâtihah dengan bismillah jahr (keras) atau sirr (lirih), subuh dengan qunut atau tidak, posisi tangan sedekap atau tidak, mata kaki harus mepet dalam shaf atau tidak, bilangan salat tarawih, dlsb. Begitu juga manasik haji. Itu semua adalah perkara furu’. Dalam perkara furû’us syarîah, ruang ijtihadnya jauh lebih terbuka, karena itu ambang toleransinya harus lebih tinggi. Imam al-Haramain al-Juwaini, guru Imam Ghazali, menyatakan sebagian besar hukum agama (syariah) lahir dari ijtihad (inna mu’dzamas syarîah shâdara minal ijtihâd). Mengapa? Karena usuhûlus syarîah itu sedikit, selebihnya adalah perkara-perkara furu’ yang bersifat ijtihâdiyyah. Dalam perkara furu’ inilah lahir madzhab-madzhab fikih, ribuan, tetapi kemudian terseleksi oleh zaman ke dalam empat madzhab besar, yaitu Maliki, Hanafi, Syafi’i, dan Hanbali.
Jika dalam ibadah mahdloh yang bersifat ta’abbudi tidak boleh ada improvisasi, dalam ibadah muthlaqah justru terbuka terhadap inovasi. Tidak ada bid’ah, dalam pengertian kullu bid’atin dlalalah, dalam ibadah muthlaqah. Ibadah muthalaqah adalah seluruh amal manusia yang dinilai ibadah karena niat dan illat-nya. Illat adalah faktor yang menentukan hukum (al-hukm yadûru ma’a illatihi wujûdan wa adaman). Ukuran illat adalah maslahat-mudharat. Kesalahan pokok kaum skripturalis adalah ketidakmampuan membedakan usuhûl dan furû, ibadah mahdhoh dengan ibadah muthlaqah. Semua dianggap ibadah mahdhoh, karena itu harus ada dalil dan petunjuknya persis dari Rasulullah. Mereka menolak muludan, tahlilan, yasinan, haul, salawatan dst persis karena tidak dicontohkan Rasulullah. Abu Ishaq as-Syatibi menyatakan, “Hukum asal ibadah (mahdloh) adalah ta’abbud dan mengiringi nash. Sementara hukum asal ‘adat (ibadah muthlaqah) adalah mencari illat dan qiyas (Abû Ishâq as-Syâtibi, al-Muwâfaqat fî Ushûli-s Syarîah, Beirut: Dar –l Kutub al-Ilmiyyah, 1971, Juz 2, hal. 228-35). Maksudnya, adat selagi tidak bertentangan dengan nash dibenarkan tergantung illat-nya. Ini berlaku untuk semua hal. Muludan, tahlilan, yasinan, haul, salawatan bukan ibadah mahdhoh, karena itu berlaku kaidah niat dan illat. Jika niatnya jelek dan menimbulkan mudharat, nilai ibadahnya bisa kurang atau hilang sama sekali. Tetapi jika niatnya bagus dan menimbulkan maslahat (baik secara personal maupun sosial), hukumnya sunnah, bernilai ibadah tinggi. Memakai jubah dan sorban jika niatnya mengikuti Rasulullah bisa bernilai ibadah. Jika murni karena budaya, hukumnya mubah. Tetapi, jika niatnya pamer kesalehan dan dampaknya ujub personal, hukumnya haram karena nilai ibadahnya hilang sama sekali.
Dalam ibadah muthlaqah, jangan bertanya mana dalil yang memerintahkannya. Tanyakan dalil mana yang melarangnya? Dalam ibadah muthlaqah, kaidah fikih yang berlaku adalah al-ashlu fil asyyâ’ al-ibâhah hattâ yadulla –d dalîl alâ khilâfih (hukum asal sesuatu adalah boleh sampai ada dalil yang melarangnya). Sementara dalam ibadah mahdloh, kaidah yang berlaku sebaliknya, “al-ashlu fil asyyâ’ at-tahrîm hatta yadulla –d dalîl alal ibâhah” (hukum asal sesuatu itu haram sampai ada dalil yang membolehkannya). Jika ada orang bertanya mana dalil yang memerintahkan muludan, tidak usah sibuk buka kitab mencari justifikasi dalil. Tanyakan balik mana dalil yang melarangnya! Jika ada orang bertanya mana dalil yang memerintahkan tahlilan, tidak usah sibuk buka kitab mencari referensi. Tanyakan balik mana dalil yang melarangnya! Ujung-ujungnya pasti akan kembali kepada qiyas, mencari padanan dalil, karena dalil sharîh, baik yang memerintahkan maupun melarangnya, sama-sama tidak ada.
Ketiga, secara historis, Islam berdiri di atas bid’ah. Jika semua yang tidak dicontohkan Rasulullah disebut bid’ah, kita, generasi akhir zaman ini, tidak akan bisa mengenal Islam dari sumber terpercaya. Sumber Islam paling pokok adalah al-Qur’an dan Sunnah, baru kemudian ijtihad ulama melalui ijma’ dan qiyas. Kita bisa mengenal al-Qur’an dan Hadis karena bid’ah yang tidak pernah dicontohkan Rasulullah. Al-Qur’an di zaman Rasulullah dan sahabat tersimpan terutama di dada para penghafal al-Qur’an. Belum ada mushaf utuh. Catatatan al-Qur’an terberai di tangan para sahabat, ditulis di daun lontar, tulang, dan batu. Seusai perang Yamamah, banyak sahabat penghafal al-Qur’an gugur. Kepada Khalifah Abu Bakar, Sahabat Umar RA usul agar dihimpun mushaf untuk menjaga otentisitas al-Qur’an. Abu Bakar menolak dan berkata: “Kaifa naf’alu sya’an lam yaf’alhu Rasulullah?”: “Bagaimana kita melakukan sesuatu yang tidak dilakukan Rasulullah?” Umar bergeming, terus meyakinkan Abu Bakar dan berkata: “Hadzâ wallâhi khairun”: “Demi Allah ini kebaikan.” Akhirnya, setelah terus diyakinkan Umar, dada Abu Bakar terbuka, menyetujui usul Umar dan memerintahkan Zaid ibn Tsabit memimpin tim penghimpunan al-Qur’an (Jalaluddîn as-Suyûthi, al-Itqân fî Ulûmil Qur’ân, Beirut: Dar –l Fikr, 2005, Juz 1, hal. 82). Seandainya kita ikuti kelompok literalis, menganggap semua hal yang tidak dilakukan Rasulullah sebagai bid’ah, kita sekarang tidak bisa baca al-Qur’an! Di zaman Utsman, kodifikasi mushaf digalakkan besar-besaran, dibagikan secara massif keluar tanah Hijaz.
Mushaf telah dihimpun di zaman Abu Bakar, dicetak massif dan dibagikan di zaman Utsman, orang selain Arab, seperti kita, tetap tidak bisa baca al-Qur’an tanpa bantuan bid’ah para ulama. Jangan bayangkan mushaf zaman dulu seperti sekarang. Dulu huruf Arab gundul, betul-betul gundul, tanpa titik dan harakat. Kita tidak bisa membedakan huruf Ta’, Ba’ dan Tsa’, karena hanya berupa cengkok tanpa titik. Huruf Shad dan Dhad juga tidak ada bedanya. Orang yang pertama kali meletakkan titik ke dalam huruf Arab (awwalu man wadha’an nuqoth alal hurûf) adalah Abu-l Aswad ad-Du’ali, pada 62 H. Beliau adalah generasi tabi’in. Seabad kemudian, Imam Kholil ibn Ahmad al-Farahidi yang wafat pada 185 H, melengkapi dengan harakat sehingga kita mengenal harakat fathah, kasrah, dhammah, sukun, tanwin, dst. Tanpa bantuan ‘bid’ah’ dua ulama ini, orang ajam seperti kita tidak akan bisa membaca al-Qur’an. Kita juga berhutang kepada Abu Ubaid Qosim ibn Salam (w. 224 H) yang menemukan ilmu tajwîd, sehingga untaian ayat al-Qur’an indah dibaca dan didengar. Sekali lagi, tanpa bid’ah Sahabat dan ulama, kita tidak bisa mengenal al-Qur’an dan membacanya dengan baik dan benar.
Sumber kedua Islam adalah hadis. Dalam hadis sahih riwayat Muslim, Rasulullah bersabda: “La taktubû ‘annî wa man kataba ‘annî ghairal qur’ân fal yamhuhu (lihat Sahîh Muslim bi Syarh an-Nawâwî, Beirut: Dâr al-Tsaqâfah al-Islâmiyyah, 1930, Juz 18, hal. 129-30): “Janganlah kalian tulis dari aku. Siapa yang menulis dariku selain al-Qur’an, hapuslah.” Rasulullah tidak memerintahkan menulis hadis, bahkan melarangnya. Jika kita ikuti cara baca kelompok literalis, kita tidak bisa mengenal sumber Islam yang kedua. Kitab-kitab hadis yang terhimpun seperti al-Muwattha’ karya Imam Malik, Musnad Ahmad karya Imam Ahmad ibn Hanbal, dan kitab-kitab sunan (Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibn Majah) adalah produk bid’ah karena tidak diajarkan Rasulullah, bahkan dilarangnya. Karena itu, bagi saya, membingungkan jargon kelompok tekstualis yang menggemakan “Kembali kepada al-Qur’an dan Hadis.” Al-Qur’an dikenali melalui mushaf. Mushaf adalah bid’ah yang tidak ada di zaman Rasulullah. Hadis dikenali melalui kitab-kitab hadis. Membukukan hadis adalah bid’ah yang tidak diperintahkan bahkan dilarang Rasulullah. Jadi, satu sisi mereka menentang bid’ah habis-habisan dan menyatakan semua bid’ah sesat. Sisi lain, mereka menyeru kembali kepada sumber Islam (al-Qur’an dan Hadis) yang hanya bisa dikenali berkat ‘bid’ah’ sahabat dan ulama.
Fakta-fakta ini mematahkan argumen pokok kelompok literalis yang memukul rata semua bid’ah. Para ulama telah mengajari kita untuk membuat klasifikasi. ‘Izzuddin ib Abd Salam, sebagaimana dikutip Ibn Hajar al-Asqalani, membagi bid’ah ke dalam lima kategori, yaitu wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram. Bidah wajib seperti menciptakan ilmu bantu untuk memahami al-Qur’an mencakup ilmu nahwu, ushul fiqh, dst. Bid’ah sunnah yaitu kebaikan tetapi tidak ada di zaman Rasulullah seperti teraweh berjama’ah, membangun sekolah dan pondok, serta forum-forum kajian. Bidah mubah seperti salaman selepas shalat dan makan-minum yang lezat, mengenakan baju yang indah, dan memiliki rumah yang bagus. Bid’ah haram adalah perkara baru yang jelas menentang al-Qur’an dan Sunnah (Ibn Hajar al-Asqalani, Fathul Bâri, Beirut: Dâr Ihyâ’it Turâts al-Araby, 1977, Juz 13, hal. 214).
Walhasil, mari kita galakkan bid’ah yang wajib dan sunnah. Mari kita sibukkan dunia dengan bid’ah-bid’ah mahmudah, bid’ah-bid’ah hasanah, untuk syiar Islam, kemaslahatan kaum muslimin, dan rahmatan lil alamin.
Wallâhu a’lam bis shawâb
*)Copas from : M. Kholid Syeirazi
*) Sekjen PP ISNU
Jumat, 18 Juli 2014
Nabi Alloh Samson dan Surah Al-Qodar
Bismillah.......
Nabi Samson berjuang sendirian memerangi orang kafir selama 1000 bulan, beliau mempunyai satu buah senjata tulang rahang unta. Luar biasa, senjata itu dapat mengeluarkan daging dan air dari sela-sela gigi yang masih tertancap pada rahang tersebut sehingga dapat mencukupi beliau ketika dahaga dan lapar. Satu kali pukulan senjata itu dapat mematikan ribuan orang kafir sampai-sampai mereka menyerah kuwalahan.
Orang kafir menyadari sangat kuatnya beliau Nabi Samson, lalu orang-orang kafir mencara jalan lain untuk membunuh beliau dengan menghasut istri beliau yang masih belum beriman. Dengan di iming-imingi harta yang banyak isitri beliau pun menyetujui permintaan orang kafir tersebut.
Orang kafir berkata, "ikatlah dia dengan tali ini, ketika kamu berhasil datanglah padaku dan kami akan kesana membunuh-nya...!" lalu diikatlah Nabi Samson oleh istri-nya dengan tali tersebut pada saat beliau tidur. Beliaupun terbangun dan bertanya pada istrinya, "Siapa yang mengikat ku dengan tali ini...?"(tanpa ada kecurigaan). Istrinya pun menjawab, "Saya wahai suamiku, saya ingin mencoba kekuatan-mu, apakah anda bisa lepas dari tali ini atau tidak...?". Nabi Samson pun menjawab, " ohh,,, gampang...!". Beliau dengan mudah melepaskannya. Istri beliau pun kaget, dan segera melaporkan kejadian itu pada orang2 kafir.
Setelah itu Istri beliau diberi rantai besi oleh orang2 kafir guna melanjutkn usaha pembunuhan Nabi Samson, akan tetapi masih gagal lagi, lalu Nabi Samson pun berkata pada istrinya, " Wahai Istriku, saya adalah Wali Allah.... Tidak akan ada orang yang mampu mengalahkanku, kekuatanku ini terletak pada rambutku ini yang panjang...!". Mengetahui rahasia itu, Istri beliau lalu mendatangi orang2 kafir sehingga orang kafir berakata,"baiklah kalau begitu...potonglah rambutnya ketika dia tertidur...!" Istri beliau berhasil memotong rambutnya,, akhirnya beliau Nabi Samson menjadi sangat lemas dan tidak berdaya.
Orang2 kafir menyeret beliau ke tempat peribadatan mereka untuk disiksa dan akan dieksekusi mati. Beliau Nabi Samson pun diikat pada tinang2 tempat peribadatan mereka. Beliau disiksa, kuping beliau dan bibir beliau dipotong-potong oleh orang2 kafir, mata beliau ditusuk-tusuk oleh mereka. Akan tetapi karena kuatnya, beliau tak kunjung mati.

Setelah semua itu, beliau Nabi Samson melakukan ibadah selama 1000 bulan, siang beliau berpuasa dan pada malamnya untuk sholat malam.
.jpg)
Tidak heran ketika ada orang mati dalam keadaan tersenyum, hal itu mungkin terjadi karena bisa saja orang itu benar-benar diperlihatkan kebahagiaan tersebut.....Semoga kita temasuk orang2 didalamnya....Aamiiin....
Wallohu A'lam.......
#Redaksi : Abah Kyai Rosim Al-Fatih, Lc
Ngaji pagi tanpa nyruput kopi # Semoga manfaat tulisan ini.....
Jumat, 16 Mei 2014
Review Ngaji Safinatun Najaa (Part 2)
(Fasal 5)
Syarat-syarat bersuci dengan menggunakan batu ada delapan:
1. Dengan menggunakan 3 batu.
2. Bersihnya tempat yg akan disucikan
3. Najisnya belum kering.
4. Najisnya belum berpindah dari tempat awal.
5. Tidak ada lagi najis yang lain (Najis sudah keluar semua).
6. Najisnya belum melewati shofhah (pantat) dan hasafah (bagian depannya qubul laki-laki)
7. Najisnya tidak terkena/tercampur air.
8. Batu yang digunakan harus batu yang suci.
(Fasal 6)
Rukunnya wudhu ada enam, yaitu:
1. Niat.
2. Membasuh muka
3. Membasuh kedua tangan sampai sikut.
4. Mengusap sebagian kepala.
5. Membasuh kedua kaki sampai mata kaki.
6. Tertib atau sesuai urutan.
(Fasal 7)
Niat adalah menyengaja melakukan suatu perbuatan dengan bersamaan melakukan perbuatan tersebut. Tempatnya niat ada di dalam hati. Adapun mengucapkan atau melafadzkan niat hukumnya adalah sunnah, dan waktunya niat (wudlu) adalah bersamaan ketika membasuh wajah.
Yang dimaksud tertib adalah tidak mendahulukan satu anggota terhadap anggota yag lain. (Mendahulukan yang harus didahulukan, mengakhirkan yang memang harus diakhirkan).
(Fasal 8)
Air terbagi menjadi dua macam; Air yang sedikit. dan air banyak.
Adapun air yang sedikit adalah air yang kurang dari dua kulah. Dan air yang banyak itu adalah air dua kulah atau lebih. Air yang sedikit akan menjadi najis dengan sebab terkena najis air tersebut, sekalipun tidak berubah. Adapun air yang banyak maka tidak akan menjadi najis jika kejatuhan najis kecuali air tersebut berubah warna, rasa atau baunya.
NB: dua kulah = 270 liter (dm3) atau = 270.000 (cm3)
(Fasal 9)
Yang mewajibkan mandi ada enam perkara, yaitu:
1. Berhubungan atau memasukkan kemaluan laki-laki ke dalam kemaluan perempuan.
2. Keluar air mani.
3. Mati.
4. Keluar darah haidh (datang bulan).
5. Keluar darah nifas (darah yang keluar setelah melahirkan).
6. Melahirkan (wiladah).
Sumber : Safinatunnajaa fi syarh kasyifatis-sajaa & File Dokumen Fiqih Menjawab
Selasa, 06 Mei 2014
Review Ngaji Jawahirul Kalamiyyah (Part 1)
بسم الله الرحمن الرحيم
Alhamdulillah, Wa Shollallohu 'ala sayyidinaa muhammadin wa alihi washohbihi wasallam, wa ba'du....
Risalah ini menjelaskan tentang masalah-masalah yang penting di dalam ilmu kalam, Risalah ini adalah risalah yang cukup mudah untuk dipahami. Pengarang menjadikan risalah ini dengan metode tanya jawab sehingga mudah dalam mengibaratkan persoalan untuk pelajar dengan tujuan memudahkan. Kitab Jawahirul Kalamiyyah ini dikarang oleh Syaikh Thohir bin Sholeh Al-Jaza'iry
Biografi Syaikh Thohir :
Beliau adalah seorang Ulama' 'Alim Al-Masyhur yang berpegan teguh dan mempertahankan ajaran teology Al-Asy'ariyah (Sunny). Beliau bernama lengkap Syaikh Thohir bin Sholeh bin Muhammadbin Sholih bin Ahmad bin Mahbub Al-Sam'any Al-Jaza'iy Al-Damsiqy. Beliau adalah putra seorang faqih yang bermadzhab Maliky dan seorang mufti Syam. Pada Tahun 1268 H bertepatan dengan Tahun 1852 M beliau lahir. Beliau adalah lulusan dari Madrasah Al-Jaqmikiyah kemudian beliau meneruskan belajar kepada Syaikh Abdul Ghany Al-Ghonamy Al-Maidany. Beliau menguasai bahasa Arab, Persia, Turki dan Prancis. Beliau juga menguasai manuskrip-manuskrip kuno karena itu beliau mendirikan perpustakaan Dar Al-Kutub Al-Dzahiriyah di Damaskus dan perpustakaan Al-Khalidiyah di Yerussalem. Di Damaskus beliau ditunjuk menjadi anggota Majma' Al-Ilmy Al-Araby dan jug Kepala Dar al-Kutub A-l-Dzahiriyah. Beliau adalah orang yang menguasai berbagai disiplin ilmu diantaaranya adalah matematika, fisika, sosiologi, peradaban, sejarah, arceologi, bahasa, psikologi, politik, jurnalistik, dan sya'ir sehingga beliau dikenal sebagai ensiklopedi, kunci berbagai bidang ilmu dan kamus dunia.
Murid-murid beliau yang masyhur diantaranya :
- Syaikh jamaluddin Al-Qosimy
- Syekh Abdul Razzak al-Baithary
- Syekh Salim al-Bukhary
- Syekh Muhammad Kurdi Ali
- Syekh Muhibudin al-Khathiby
- Syekh Muhammad Said al-Bany
Karya-Karya beliau diantaranya :
- Al-Jawahir al-Kalamiyah fi idhah al-‘aqidah al-Islamiyah
- Tanbih al-Adzkiya’ fi qishash al-Anbiya’
- Al-Tibyan li ba’dhi mabahits al-muta’allaqot bi al-Qur’an
- Taujih al-nazhari ila ‘ilm al-atsar
- Al-Tafsir al-Kabir (terdiri dari 4 jilid dan tersimpan di perpustakaanal-Zhahiriyah)
MUQODIMAH
BAB MUQODIMAH ini berisi 3 Pertanyaan dan Jawaban :
- Mas'alah 1
- S : Apa arti Aqidah AL-Islamiyyah ?
- J : Aqidah AL-Islamiyyah adalah perkara-perkara yang menjadi keyakinan Ahlul Islam dengan cara menetapkan kebenaran pada perkara-perkara yang diyakininya.
- Mas'alah 2
- S : Apa arti Islam ?
- J : Islam adalah pengakuan dengan lisan, membenarkan dengan hati pada seluruh perkara yang datangnya dari nabi Muhammad itu sebenar-benar kebenaran.
- Mas'alah 3
- S : Apa saja rukun-rukun Aqidah Al-Islamiyah, bagaimana dasar Aqidah Al-Islamiyah?
- J : Rukun 'Aqidah Al-Islamiyyah ada 6 perkara yaitu Iman pada Allah, Iman pada Malaikat-Malaikat Allah, Iman pada Kitab-Kitab Allah, Iman pada Rasul-Rasul (utusan-utusan) Allah, Iman pada Hari Akhir dan Iman pada Qodar (Ketentuan baik dan buruk).
BAB.III.PEMBAGIAN ISIM
ISIM (Kata Benda)
A. Isim ditinjau dari kejelasannya :
a.Isim Ma'rifat : isim yang menunjukkan makna tertentu/telah diketahui, di Indonesia disebut kata khusus.
-Isim yang kemasukan Alif-lam
-Isim Alam :
*Alam Asma :
*Alam Laqob :
*alam Kunya :
-Isim yang kemasukan Alif-lam
-Isim Alam :
*Alam Asma :
*Alam Laqob :
*alam Kunya :
b.Isin Nakiroh : isim yang tidak menunjukkan makna tertentu artinya cakupannya masis sangat umum, di Indonesia dikenal dengan kata umum.
-Isim nakiroh adalah isin yang tidak bertanda dengan tanda alif-lam. Contoh :
-Isim nakiroh adalah isin yang tidak bertanda dengan tanda alif-lam. Contoh :
B. Isim ditinjau dari jenis kelaminnya :
a.Isim Mudzakar : isim yang mengandung makna laki-laki.
-Isim Mudzakar Haqiqi : isim yang secara nyata terlihat bahwa itu laki-laki.
Contoh :
-Isim Mudzakar Majazi : isim yang secara majas dianggap berkelamin laki-laki oleh orang arab.
Contoh :
-Isim Mudzakar Haqiqi : isim yang secara nyata terlihat bahwa itu laki-laki.
Contoh :
-Isim Mudzakar Majazi : isim yang secara majas dianggap berkelamin laki-laki oleh orang arab.
Contoh :
b.Isim Muannast : isim yang mengandung makna perempuan.
-Isim Muannast Haqiqi : isim yang secara nyata terlihat bahwa itu perempuan.
Contoh :
-Isim Muannast Majazi : isim yang secara majas dianggap berkelamin perempuan oleh orang arab.
-Isim Muannast Haqiqi : isim yang secara nyata terlihat bahwa itu perempuan.
Contoh :
-Isim Muannast Majazi : isim yang secara majas dianggap berkelamin perempuan oleh orang arab.
Contoh :
NB: bagian tubuh yang berpasangan termasuk isim musnnast seperti mata (dlm bhs Indonesia) dst,
NB: bagian tubuh yang berpasangan termasuk isim musnnast seperti mata (dlm bhs Indonesia) dst,
C. Isim ditinjau dari jumlahnya :
a.Isim Mufrod : Isim yang menunjukkan jumlah tunggal
Contoh :
Contoh :
b.Isim Mustsanna : Isim yang menunjukkan jumlah dua
Contoh :
Contoh :
c.Isim Jamak Mudzakar Salim : Isim yang menunjukkan jumlah lebih dari dua akan tetapi laki-laki semua.
Contoh :
d.Isim Jamak Muannast Salim : Isim yang menunjukkan jumlah lebih dari dua akan tetapi perempuan semua.
d.Isim Jamak Muannast Salim : Isim yang menunjukkan jumlah lebih dari dua akan tetapi perempuan semua.
Contoh :
e.Isim Jamak Taksir : Isim yang menunjukkan jumlah lebih dari dua, tetapi ada laki-laki dan ada perempuannya .
e.Isim Jamak Taksir : Isim yang menunjukkan jumlah lebih dari dua, tetapi ada laki-laki dan ada perempuannya .
Contoh :
D. Isim ditinjau dari tampak atau tidaknya
a.Isim Dzohir
b.Isim Dhomir : kata ganti orang atau benda.
-Menurut terpisah/tidaknya :
*dhomir mutashil : kata ganti orang atau benda yang dapat disambungkan dengan fi'il maupun isim. Contoh :
*dhomir munfashil : kata ganti orang atau benda yang mempunyai kedudukan sendiri tidak. Contoh :
-Menurut bentuk dhomir :
*dhomir bariz
*dhomir mustatir
E. Isim ditinjau dari asal muasal terbentuknya :
a.Isim Jamid : kata benda yang terbentuk bukan karena fi'il (kata kerja)-nya.
*Jamid Dzati
*Jamid Maknawi
b.Isim Musytaq : kata benda yang terbentuk dari fi'il (kata kerja)-nya.
*Isim Fa'il
*Isim Maf'ul
*Shigot Mubalaghoh
*Sifat Musyabihah
*Isim Zaman
*Isim Makan
*Masdar Mim
*Isim Alat
*Isim Tafdhil
F. Ditinjau dari huruf akhirnya :
a.Isim Shohih
b.Isim Maqsur
c.Isim Manqush
d.Isim Mahmud
D. Isim ditinjau dari tampak atau tidaknya
a.Isim Dzohir
b.Isim Dhomir : kata ganti orang atau benda.
-Menurut terpisah/tidaknya :
*dhomir mutashil : kata ganti orang atau benda yang dapat disambungkan dengan fi'il maupun isim. Contoh :
*dhomir munfashil : kata ganti orang atau benda yang mempunyai kedudukan sendiri tidak. Contoh :
-Menurut bentuk dhomir :
*dhomir bariz
*dhomir mustatir
E. Isim ditinjau dari asal muasal terbentuknya :
a.Isim Jamid : kata benda yang terbentuk bukan karena fi'il (kata kerja)-nya.
*Jamid Dzati
*Jamid Maknawi
b.Isim Musytaq : kata benda yang terbentuk dari fi'il (kata kerja)-nya.
*Isim Fa'il
*Isim Maf'ul
*Shigot Mubalaghoh
*Sifat Musyabihah
*Isim Zaman
*Isim Makan
*Masdar Mim
*Isim Alat
*Isim Tafdhil
F. Ditinjau dari huruf akhirnya :
a.Isim Shohih
b.Isim Maqsur
c.Isim Manqush
d.Isim Mahmud
G. Asmaul Khomsah
E.Isim ditinjau dari bentuk perubahannya :
E.Isim ditinjau dari bentuk perubahannya :
a.Isim Mu'rob : isim yang terbebas dari keserupaan dengan huruf/kata baku yaitu kata yang dapat di'irobi sebsgaimana umumnya. (rofa' dengan dhomah, nasob dengan fathah, dst).
NB: penjelasan tentang i'rob ada di alamat ini :
NB: penjelasan tentang i'rob ada di alamat ini :
b.Isim Mabni (ghoiru mutamakkin) : isim yang menyerupai huruf
-Syibeh (keserupaan) ada 4 macam :
*Syibeh Wadh'i
*Syibeh Maknawi
*Syibeh Isti'mali
*Syibeh Iftiqori
-Isim yang masuk pada kategori mabni yaitu :
*Isim dhomir
*Isim Istifham
*Isim syarat
*Isim isyaroh
*Isim fi'il
*Isim Maushul
*Isim Suara
G. Asmaul Khomsah
-Syibeh (keserupaan) ada 4 macam :
*Syibeh Wadh'i
*Syibeh Maknawi
*Syibeh Isti'mali
*Syibeh Iftiqori
-Isim yang masuk pada kategori mabni yaitu :
*Isim dhomir
*Isim Istifham
*Isim syarat
*Isim isyaroh
*Isim fi'il
*Isim Maushul
*Isim Suara
G. Asmaul Khomsah
Senin, 05 Mei 2014
BAB.II. PEMBAGIAN KALIMAH
Definisi Kalimah :
maka, definisi dari kalimah adalah unsur-unsur penyusun kalam ataupun kalim, dalam bahasa indonesia kalimah ini disebut dengan "kata".
Kalimah terbagi menjadi 3 :
Kemasukan Alif dan lam ( ال ) :
Alif lam ada 4 macam diantaranya adalah :
Masuknya huruf jer :
Huruf jer diantaranya adalah :
Musytarok : Dapat men-jar-kan pada isim dhohir ataupun isim dhomir (kata ganti orang/barang)
Mukhtash : Hanya bisa men-jar-kan pada isim dhohir (bukan kata ganti orang/barang) :
- Kalam = secara jumlah kalam tersusun dari dua sampai tiga kalimah yang susunan itu berfaedah.
- Kalim = secara jumlah kalim tersusun dari tiga kalimah atau lebih baik berfaedah atau tidak.
maka, definisi dari kalimah adalah unsur-unsur penyusun kalam ataupun kalim, dalam bahasa indonesia kalimah ini disebut dengan "kata".
Kalimah terbagi menjadi 3 :
- Kalimah isim = Kata benda. Contoh : المسجد (masjid)
- Kalimah fi'il = Kata kerja.Contoh : ضرب (memukul)
- Kalimah Huruf = Kata yang bermakna akan tetapi tidak dapat berdiri sendiri.Contoh : فى (di dalam)
*)Kalimah Isim :
Kalimah Isim ditandai dengan :
Muthlaqnya jer : menjadi jer karena faktor susunan kalimah yaiyu :
Muthlaqnya jer : menjadi jer karena faktor susunan kalimah yaiyu :
- Idhofah : menjadi jer sebab menjadi susunan idhofah. contoh : كِتَابُ مُحَمَّدٍ
- Tabi' : menjadi jer sebab mengikuti kata sebelumnya (naat atau pun athof).contoh : مَرَرْتُ بغُلاَمِ زَيْدٍ الفَاضِلِ
Tanwin :
menjadi tanda pada isim mutamakkin, kemudian pada isim ghairu mutamakkin ini tidak dapat menerima tanwin. Pembagian isim ini akan dijelaskan pada pembahasan selanjutnya di link pada link ini : http://reviewngaji.blogspot.com/2014/05/babiiipembagian-isim.html
Isim Mutamakkin = Isim yang dapat menerima tanwin
Isim Goiru Mutamakkin = Isim yang tidak bisa menerima tanwin
Tanda Isim Mutamakkin adalah tanwin, berikut macam-macam tanwin :
menjadi tanda pada isim mutamakkin, kemudian pada isim ghairu mutamakkin ini tidak dapat menerima tanwin. Pembagian isim ini akan dijelaskan pada pembahasan selanjutnya di link pada link ini : http://reviewngaji.blogspot.com/2014/05/babiiipembagian-isim.html
Isim Mutamakkin = Isim yang dapat menerima tanwin
Isim Goiru Mutamakkin = Isim yang tidak bisa menerima tanwin
Tanda Isim Mutamakkin adalah tanwin, berikut macam-macam tanwin :
- Tanwin Tamkin : anwin yang berada pada isim mu'rob munshorif (isim yang sering kita jumpai, seperti lafadz : زَيْدٌ atau lafadz قاَئِمٌ ) ,tetapi dikecualikan untuk tanwin yang berada pada jamak muanassalim.
- Tanwin Tankir : Tanwin yang berada pada isim-isim yang mabni sebagai pembeda antara isim yang ma'rifat dan isim yang nakiroh. contoh : ma'rifat : سِبَوَيْهِ bila nakiroh menjadi : سِبَوَيْهٍ
- Tanwin Muqobalah : Tanwin yang berada pada jamak muannassalim (kalimah yang menunjukkan arti perempuan dlm jumlah banyak, lebih dari dua orang) seperti lafadz مُسْلِماَتٌ (wanita-wanita muslim) yang digunakan sebagai pembanding huruf nun pada jamak mudzakar salim (kalimah yang menunjukkan arti laki-laki dlm jumlah banyak , lebih dari dua orang).
- Tanwin 'Iwadh : Tanwin yang digunakan sebagai pengganti, ada 3 yaitu :
- 1.pengganti jumal/beberapa jumlah kalimah ( seperti pada ayat : يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا yang aslinya يَوْمَ إِذَا زُلْزِلَتِ الْأَرْضُ زِلْزَالَهَا , وَأَخْرَجَتِ الْأَرْضُ أَثْقَالَهَا , وَقَالَ الْإِنْسَانُ مَا لَهَا)
- 2.pengganti kalimah (pada susunan kalimah كلٌّ ناَ تِقٌ yang aslinya كلٌّ اِنْساَنٍ ناَ تِقٌ )
- 3.pengganti jumlah kalimah ( pada jumlah kalimah وَ اَنْتُمْ حِيْنَئِذٍ تَنْظُرُونَ yang aslinya وَ اَنْتُمْ حِيْنَ اِذْ بَلَغَتِ الروح الحُلقُومَ )
- 4.pengganti huruf (pada lafadz غَوَازٍ yang aslinya غَوَازِيُ).
Kemasukan Alif dan lam ( ال ) :
Alif lam ada 4 macam diantaranya adalah :
- Adat ta'rif : Alif-lam yang masuk pada isim nakiroh untuk me-ma'rifatkan isim.Contoh :nakiroh (رجل) menjadi makrifat kemasukan alif-lam الرجل
- Maushul : Alif lam yang ada pada shilah(kata keterangan) yang jatuh setelah isim maushul (kata sambung). alif-lam disini sebagai isim maushul sedangkan isim yang jatuh seelah maushul disebut shilah. Contoh : جاءني القائم
- Zaidah : ada 2 yaitu alif lam zaidah lazimah (alif-lam yang ada pada isim maushul.contoh الذي, التي ) & alif lam zaidah ghoiru lazimah ( alif lam yang ada pada isim 'alam manqul yaitu isim yang dipakai untuk nama, yang merupakan peralihan dari isim fa'il, isim sifat, ataupun isim maf'ul.Contoh المحمد (orang yang dipuji) diambil dari isim maf'ul (yg dikenai suatu pekerjaan) yaitu محمد (orang yang dipuji)
- Istifhamiyah : Alif-lam yang masuk pada kalimah fi'il yang bermakna kata tanya (apakah). ketika fi'il dimasuki alif-lam ini maka kedudukannya berubah menjadi isim.Contoh: الضَرَبْتَ yang berarti هَلْ ضَرَبْتَ
Masuknya huruf jer :
Huruf jer diantaranya adalah :
Musytarok : Dapat men-jar-kan pada isim dhohir ataupun isim dhomir (kata ganti orang/barang)
من (min) : dari,( setengah saking, saking, dll)الى (ilaa) : ke-, (maring) عن ('an) : dari (saking)
على ('ala) : diatas (ingatase)
فى (fii) : didalam (ing dalem)
باء (huruf ba') : dengan (kelawan, ingdalem, sartane)
لام (huruf lam) : bagi (kerono, maring)
لعل (la'alla) : mudah-mudahan
كى (kay) : untuk
متى (mataa) : dari
خلا (kholaa) : selain
حاشا (haasyaa) : selain
عدا ('adaa) : selain
حرفُ القَسَم (huruf sumpah) : ( باء ) berati "demi"
Mukhtash : Hanya bisa men-jar-kan pada isim dhohir (bukan kata ganti orang/barang) :
رب (rubba) : sering/jarang => membuat jer pada isim nakirohحتى (hattaa) : sampaiكاف (huruf kaf) : sepertiمنذ (mundzu) : sejakمذ (mudz) : sejakحرفُ القَسَم (huruf sumpah) : ( واو & تاء ) berati "demi"
Ada huruf Nida' (kata seru/panggilan) didepannya :
Ketika ada huruf-huruf nida' maka dapat diketahui bahwa yang ada didepan huruf tersebut adalah kalimah isim. Huruf nida' ada 8 :
يا : untuk menyeru/memanggil dengan jarak jauh
يا : untuk menyeru/memanggil dengan jarak jauh
اي :___________,,,______________
آي :___________,,,______________
ايا :___________,,,______________
هيا :___________,,,______________
آ : ___________,,,______________
أ : untuk menyeru/ memanggil dengan jarak dekat
وا : untuk menyeru/memanggil tetapi dalam rangka meratapi sesuatu
*)Kalimah Fi'il
Kalimah Fi'il ditandai dengan :
Musytarok : dapat menjadi tanda pada kedua fi'il baik madhi/mudhorek :
Kalimah Fi'il ditandai dengan :
Musytarok : dapat menjadi tanda pada kedua fi'il baik madhi/mudhorek :
- Qod harfiyah fi'liyyah : qod yang hanya dapat masuk pada fi'il
a. Pada fi'il madhi (kata kerja lampau)
-Tahqiq : bermakna sungguh-sungguh. Contoh : قد طلع الشمش (sungguh matahari telah terbit)
-Taqrib : bermakna dekat. Contoh : قد قامت الصلاة ( sholat hampir ditegakkan)
b. Pada Fi'il mudhorek (kata kerja sedang/akan dilakukan)
-Taqlil : bermakna terkadang (dalam arti menyedikitkan). Contoh : قد يجود البخل (terkadang orang pelit itu dermawan)
-Taktsir : bermakna terkadang (dalam arti membanyakkan). Contoh : قد يبخل البخل ( orang pelit itu sering berbuat pelit)
Mukhtash : dikhususkan untuk fi'il madhi sendiri, dan dikhususkan untuk fi'il mudhorek sendiri
- Ta' Ta'nis As-sakini (ت) : digunakan untuk menandai bahwa pelaku fi'ilnya perempuan. Hanya dapat masuk pada fi'il madhi.Contoh : قامتْ هندٌ (telah berdiri hindun)
- Sin Tanfidz (س) : bermakna "sebentar lagi", hanya dapat masuk pada fi'il mudhorek. Contoh: سيقول السفهاءُ (sebentar lagi orang-orang bodoh akan berkata)
- Saufa (سوف) : bermakna nanti (menunjukkan masih lama datangnya), hanya dapat masuk pada fi'il mudhorek. Contoh: سوف تعلمون (kalian akan mengetahui)
*)Kalimah Huruf
Kalimah Huruf tidak ditandai, seperti halnya dalil penandaan pada kalimah isim dan kalimah fiil.
Kalimah Huruf dibagi menjadi 2 :
1.Musytarok :Huruf yang dapat masuk pada kalimah fi'il maupun kalimah isim seperti huruf (هل)
2.Mukhtash : Huruf yang hanya tertentu saja dapat masuk pada kalimah isim, dan tertentu hanya dapat masuk pada kalimah fi'il. Contoh : huruf (فى) hanya dapat masuk pada kalimah isim, sedangkan huruf (قد) hanya dapat masuk pada kalimah fi'il.
BAB.I. MUQODIMAH TAJWID
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله الذى فتح القلوب القراء المجودين العارفين والصلاة والسلام على افصح من نطق بالضادبيدَ انه من الملاء البلغاء البالغين, سيدنا و مولانا وحبيبنا محمد وعلى اله و صحبه الذين فخمواالذين وشدوه ومدوه الى الرضين, فجنوا رقة قلوبهم اجمعين الى يوم الدين...اما بعد
Definisi:
- Secara bahasa :Memperbaiki
- Secara Istilah :Membaca Al-Qur'an dengan benar sebagaimana bacaan Nabi Saw dan para sahabatnya dengan cara memperhatikan hukum-hukum bacaan, mengeluarkan huruf dari makhrojnya serta memperindah suara.
Hukum :
- Praktek :
- Fardhu 'ain : {QS.Al-muzzammil:4} أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلا
- Nabi bersabda : اقرأواالقران بلحون العرب واصواتها {Bacalah Al-Qur'an dengan gaya dan suara orang arab}
- Teori :
- Fardhu Kifayah
Fadhilah :
- Bacalah Al-Qur'an sesungguhnya pada hari kiamat akan datang menolong pembacanya (HR.Muslim) : اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لأَصْحَابِهِ
- Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur'an dan mengamalkannya (HR.Bukhori) : خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ
- Orang yang mahir membaca Al-Qur'an bersama malaikat yang mulia (Mutafaqun 'Alaih) : الْمَاهِرُ بِالْقُرْآنِ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ الْبَرَرَةِ وَالَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَتَتَعْتَعُ فِيهِ وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌّ لَهُ أَجْرَانِ
- Tidaklah berkumpul suatu kaum di salah satu rumah Allah untuk membaca dan mempelajari Al-Qur'an kecuali turun atas mereka ketenangan dan rahmat serta diliputi oleh malaikat serta Allah sebut mereka dihadapan malaikat disisi-Nya. (HR.Muslim) : ما اجتَمَعَ قَومٌ في بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ يَتلونَ كِتابَ اللهِ وَيتَدارَسُونَهُ بَينَهُم إِلا نَزَلَت عَلَيهُم السَّكيْنَة وَغَشِيَتْهم الرَّحمَة وحَفَتهُمُ المَلائِكة وَذَكَرهُم اللهُ فيمَن عِندَهُ
- ِِِNabi bersabda dalam hadits qudsi : Baramg siapa yang sibuk dengan Al-Qur'an dan dzikir dari meminta kepadaku akan kuberi sebaik-baik pemberianKu pada orang-orang yang meminta dan keutamaan kalam Allah SWT atas kalam lain seperti keutamaan Allah atas manusia (HR.Turmudzi) : مَنْ شَغَلَهُ الْقُرْآنُ وَذِكْرِيْ عَنْ مَسْأَلَتِيْ أَعْطَيْتُهُ أَفْضَلَ مَا أُعْطِي السَّائِلِيْنَ وَفَضْلُ كَلاَمِ اللهِ عَلَى سَائِرِ الْكَلاَمِ كَفَضْلِ اللهِ عَلَى سَائِرِ خَلْقِهِ
Tujuan :
- Menjaga agar tidak melakukan kesalahan dalam membaca Al-Qur'an.
- Supaya mengerti susunan huruf hijaiyah pada saat membaca Al-Qur'an
Langganan:
Postingan (Atom)